Minggu, 10 November 2019

Bersuci pada Bejana yang Terbuat dari Kulit Bangkai


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد

Ikhwan sekalian di grup whatsApp Belajar Islam yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar, kali ini kita masih membahas Thaharah (bersuci), yakni tentang bersuci pada bejana yang terbuat dari kulit bangkai.

Penulis berkata: Masalah keempat, Bersuci pada bejana yang terbuat dari kulit bangkai:
Kulit bangkai jika disamak, maka ia menjadi suci dan boleh digunakan, hal itu berdasarkan sabda baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

 أيما إهاب دبغ فقد طهر

“Kulit apa saja jika disamak, maka ia menjadi suci”. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (1650), Muslim (366) dengan lafazh (إذا دبغ الإهاب فقد طهر) dari hadits Abdullah bin Abbas)

Tentunya yang dimaksud dengan kulit di sini adalah kulit bangkai hewan yang jika dia bukan dalam bentuk bangkai yaitu disembelih secara syariat halal dimakan seperti kulit bangkai kambing, kulit bangkai sapi misalnya, demikian pula karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati bangkai kambing,

Beliau berkata: “Kenapa mereka tidak mengambil kulitnya, lalu mereka samak dan mengambil manfaat darinya?” jawaban para shahabat: “Itu adalah bangkai”, kemudian kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : “Yang diharamkan hanya memakannya”

Tentunya yang dimaksud dengan bangkai disini adalah bangkai hewan yang halal jika disembelih sesuai dengan syariat, adapun bulunya maka suci, maksudnya bulu bangkai hewan yang halal dimakan, sementara dagingnya najis dan haram dimakan, hal itu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:

إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيۡتَةً أَوۡ دَمٗا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِيرٖ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ

“Kecuali kalau makanan itu adalah bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semuanya itu kotor”. (Al-An’am [6]: 145)

Menyamak itu artinya membersihkan kotoran yang menempel pada kulit, yakni dengan material yang ditambahkan pada air seperti garam dan yang lainnya, atau dengan tumbuhan yang dikenal dengan al-Qaradh, Ur’ur atau yang lainnya.

Kemudian penulis mengatakan: Sementara hewan yang tidak halal walau dengan disembelih maka sama sekali tidak bisa disucikan (kulitnya), karena itulah kulit kucing dan yang serupa dengannya tidak bisa suci dengan disamak, walaupun ketika hidup ia suci.

Ringkasnya, setiap hewan yang mati (menjadi bangkai) yang pada asalnya halal dimakan -jika disembelih secara syariat- maka kulitnya bisa disamak, adapun hewan yang mati dan bukan termasuk yang halal dimakan dagingnya, maka kulitnya tidak bisa disamak.

Ikhwah sekalian demikianlah materi yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan dipahami dengan baik dan tentunya bermanfaat.

Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni

0 komentar:

Posting Komentar