Minggu, 07 Juni 2020

Rukun Wudhu


بسم الله الرحمن الرحيم 
 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد
 
Saudara sekalian di grup whatsapp Belajar Islam yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, kita lanjutkan kajian kitab Fiqih Muyassar, kali ini kita membahas arkanul wudhu atau rukun-rukun wudhu.
 
Penulis rahimahullah berkata:
Masalah keempat, rukun-rukun wudhu.
 
Rukun wudhu ada enam:
1. Membasuh wajah secara sempurna.
 
Hal itu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
 
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ
 
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka kalian”. (Al-Miadah [5]: 6).
 
Termasuk di dalamnya berkumur-kumur dan memasukan air ke dalam hidung, karena mulut dan hidung termasuk wajah.
Jadi, berkumur-kumur dan memasukan air ke hidung itu hukumnya wajib.
 
2. Membasuh kedua tangan beserta sikunya.
Hal itu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala :
 
وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ
 
“Dan tanganmu sampai dengan siku”. (Al-Maidah [5]: 6).
 
3. Mengusap seluruh kepala beserta kedua telinga.
Hal itu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
 
وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ
 
“Dan sapulah kepalamu”. (Al-Miadah [5]: 6).
Mengusap, beda dengan membasuh.
 
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
 
الأذنان من الرأس
   
“Dua telinga termasuk kepala”.1
   
Artinya tidak cukup hanya dengan mengusap sebagian kepala, tapi juga harus mengusap telinga. Kemudian tidak cukup hanya mengusap sebagian kepala, tapi harus mengusap seluruh bagian kepala.
 
4. Membasuh kedua kaki beserta dua mata kaki.
Hal itu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
 
وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
 
“Dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki”. (Al-Miadah [5]: 6).
 
5. Tartib (berurutan).
Hal itu karena Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkannya secara Tartib (berurutan), Nabi pun shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu secara berurutan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, yakni wajah, lalu kedua tangan, lalu kepala, lalu kedua kaki.
 
Hal itu sebagaimana sifat (tata cara) wudhu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abdullah bin Zaid2 dan yang lainnya.    
 
6. Muwalah (dilakukan secara terus menerus).
Yakni membasuh satu anggota wudhu setelah yang lainnya langsung tanpa jeda yang lama, karena demikianlah wudhunya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga berdasarkan hadits Khalid bin Ma’dan:
 
أن النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رأى رجلاً يصلي وفي ظهر قدمه لُمعَةٌ قدر الدرهم لم يصبها الماء، فأمره أن يعيد الوضوء
 
“Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang lelaki sedang shalat sementara di kakinya ada bagian sebesar dirham yang tidak terkena air, lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengulangi wudhunya”.3
 
Nabi memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulang wudhu dari awal. Seandainya muwalah itu bukan sesuatu yang wajib, niscaya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan memerintahkannya hanya membasuh bagian yang terkena air saja.
 
Tapi karena muwalah adalah perkara yang wajib dilakukan (merupakan rukun wudhu), ketika ada bagian yang tidak terkena air Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mengulanginya dari awal.
 
Ikhwah sekalian demikianlah materi yang bisa saya sampaikan semoga bisa difahami dengan baik dan bermanfaat.
 
Akhukum fillah,
 
Abu Sumayyah Beni Sarbeni
__________________________
 
[1]  Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (37), Ibnu Majah (443) dan dishahihkan oleh al-Albani (Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 357, dan Silsilah ash-Shahihah no. 36)
[2]  Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (235)
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad (3/ 424), Abu Dawud (175) dan dishahihkan oleh al-Albani, lihat Irwaul Galil (1/ 127)

0 komentar:

Posting Komentar