Rabu, 04 Maret 2020

Ilmu Tajwid #1

بسم الله الرحمن الرحيم

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَل لَّهُۥ عِوَجَاۜ، والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحَابَتِه أجمعين، والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

Para pendengar Belajar Islam di manapun anda berada, pada kesempatan ini kita akan memulai membahas materi kita yang utama, yaitu Ilmu Tajwid.

Menurut bahasa, tajwid sama dengan tahsin, yang berarti memperbaiki atau memperindah. Adapun
(Lihat Hidayatul Qari (I/45))

Maksud Haq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tsabit (tetap melekat) padanya, yang tidak akan terpisah darinya. Di antaranya sifat jahr, syiddah, isti’la, ithbaq dan qalqalah.

Adapun mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tidak tsabit padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada karena sebab tertentu. Di antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat istifal. Atau sifat tafkhim, yang muncul dari sifat isti’la, ikhfa, mad, qash dan lain-lain, yang dimana kesemua istilah tersebut  in Syaa Allah akan pelajari secara bertahap.

Pendengar sekalian, dari sisi ‘amaliyah (praktek), peletak dasar ilmu ini (ilmu tajwid) adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena Al Qur-an turun kepada beliau dari Allah  subhanahu wa ta'ala dengan tajwid, dan sandaran dari ilmu ini adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:

 وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا  ٤

“Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al Muzammil [73]: 4)

Maksud ayat tersebut adalah: Hendaknya kita membaca Al Qur-an sebagaimana Allah menurunkannya yakni dengan mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya (tempat keluarnya) dan menyempurnakan harakatnya secara perlahan.

Tata cara membaca tersebut dapat menunjang kita untuk dapat memahami dan mentadaburi Al Qur-an, serta menguatkan hati dalam mengamalkan hukum-hukumnya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۗ   ١٢١

“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya.“ (QS. Al Baqarah [2]: 121)

Imam Ibnu Katsir berkata:

“Abul Aliyah menukil perkataan Ibnu Mas’ud radiyallahu 'anhu: ‘Demi zat yang  jiwaku berada di tangan-Nya! Sesungguhnya makna haqqu tilawah adalah menghalalkan apa yang dihalalkan dalam  Al Qur-an, mengharamkan apa yang diharamkan dalam Al Qur-an, dan membaca Al Qur-an sesuai dengan apa yang diturunkan Allah subhanahu wa ta'ala yaitu dengan tajwidnya." (Tafsir Ibnu Katsir (I/243))

Kemudian dari sisi nadzhariah (teori), para ulama menjelaskan bahwa ulama yang pertama kali menulis kitab tajwid adalah Musa bin Ubaidullah bin Yahya bin Khaqan atau yang dikenal dengan nama Abu Muzahim al-Khaqani (w  325 H).

Imam Ibnul Jazari berkata:

هُوَ أَوَّلُ مَنْ صَنَّفَ فِي التَّجْوِيدِ

“Dialah orang yang pertama kali menulis tentang tajwid”

Bahkan Al Khatib berkata tentangnya:

“Abu Muzahim adalah seorang  yang  tsiqah, taat, dan berasal dari kalangan Ahlus Sunnah." (Lihat Abhats fi ‘Ilmit Tajwid (hal. 23))

Tulisannya dikenal juga dengan nama Al Qashidah Al Khaqaniyah. Pada bait ke 5 dari kashidahnya beliau berkata:

أَيَا قَارِئَ القُرْآنِ أَحْسِنْ أَدَاءَهُ       -       يُضَاعِفْ لَكَ الله ُالْجَزِيلَ مِنَ الأَجْرِ

“Wahai qari Al Qur-an, baguskanlah bacaannya, niscaya Allah melipatgandakan untukmu pahala yang banyak”

Tulisan Abu Muzahim ini sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu tajwid pada masanya dan masa-masa berikutnya. Terbukti setelah itu, bermunculanlah para ulama yang menulis kitab-kitab serupa seperti Abu Amr Utsman bin Sa’id ad-Dani (w  444 H), beliau menulis kitab At-Tahdid fil Itqan wat Tajwid.

Pendengar yang semoga Allah subhanahu wa ta'ala muliakan, Ilmu Tajwid memiliki Keutamaan, ia merupakan ilmu yang mulia karena berhubungan dengan Kalamullah (Al Qur-an) yang dimana pokok bahasannya adalah lafadz-lafadz Al Qur-an.

Adapun manfaat mempelajari ilmu Tajwid adalah agar qari dapat menjaga lidahnya dari lahn (kesalahan) ketika membaca Al Qur-an.
Apa itu lahn? Secara bahasa, lahn memiliki beberapa arti, tetapi yang dimaksud disini adalah:

الْخَطَأُ وَالْمَيْلُ عَنِ الصَّوَابِ فِي الْقِرَاءَةِ

“Kesalahan dan penyimpangan dari kebenaran dalam qiraah.” (Hidayatul Qari (I/53))

in Syaa Allah akan kita bahas secara panjang lebar pada pertemuan berikutnya.

Demikian yang bisa disampaikan

Akhukum fillah

Abu Fauzan

0 komentar:

Posting Komentar