بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد
Ikhwah sekalian di grup whatsApp Belajar Islam yang dimuliakan oleh
Allah subhanahu wa ta'ala kita lanjutkan kajian kitab Fiqih Muyassar,
kali ini kita masih membahas Thaharah (bersuci), yakni tentang bejana
orang-orang kafir.
Penulis berkata: Masalah ketiga, Hukum Menggunakan Bejana milik orang kafir:
Pada asalnya menggunakan bejana milik orang kafir adalah halal (boleh),
kecuali jika diketahui bahwa wadah tersebut najis, maka tidak boleh
digunakan sehingga bejana tersebut dicuci, dasarnya adalah hadits Abu
Tsa’labah al-Khusyani radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Wahai
Rasulullah kami ada di negeri Ahli Kitab (yakni Yahudi dan Nasrani),
bolehkah kami makan pada bejana-bejana milik mereka?” jawaban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
لا تأكلوا فيها إلا أن لا تجدوا غيرها فاغسلوها، ثم كلوا فيها
“Janganlah kalian makan dengannya kecuali jika kalian tidak
mendapatkan bejana lainnya, maka cucilah kemudian makanlah darinya”.
(Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5478), dan Muslim (1930))
Adapun jika tidak diketahui najis, misalnya pemilik bejana tersebut
dikenal sebagai orang yang tidak berinteraksi dengan benda najis
(misalnya, mereka dikenal sebagai orang yang tidak biasa makan daging
babi, dirumahnya pun tidak ada anjing), kata penulis: maka kita boleh
menggunakannya, dasarnya adalah hadits yang menceritakan bahwa, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya pernah mengambil air
wudhu dari Mazadah (bejana yang terbuat dari kulit binatang)
seorang wanita musyrikah (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (344),
dan Muslim (682)),
Dan karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghalalkan makanan Ahli
kitab, sementara mereka biasa menyajikan makanan tersebut pada
bejana-bejana milik mereka, hal itu sebagaimana seorang anak Yahudi
pernah mengajak Nabi untuk makan roti gandum dan minyak yang telah
berubah baunya, lalu Nabi pun shallallahu 'alaihi wa sallam makan
darinya. (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, dan dishahihkan oleh
al-Albani dalam al-Irwa (1/ 71))
Ketika kita kumpulkan dalil-dalil dalam masalah ini, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut:
(1) Jika diketahui bejana tersebut
milik orang kafir yang biasa berinteraksi dengan benda najis, maka
tidak boleh menggunakannya kecuali setelah dicuci.
(2) Jika pemiliknya diketahui
tidak biasa berinteraksi benda najis, atau tidak diketahui apakah biasa
berinteraksi dengan benda najis atau tidak, maka pada asalnya kita boleh
menggunakannya.
Ikhwah sekalian inilah materi yang bisa saya sampaikan mudah-mudahan bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat.
Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni
0 komentar:
Posting Komentar