Rabu, 15 Januari 2020

Hukum Menghadap dan Membelakangi Kiblat ketika Buang Hajat



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد
 
Ikhwah sekalian di grup whatsApp Belajar Islam yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala kita lanjutkan kajian kitab Fiqih Muyassar, kali ini kita masih membahas Thaharah (bersuci), masih bab ke-3 tentang buang hajat.
 
Penulis berkata:
Masalah kedua, hukum menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat.
 
Tidak diperbolehkan menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat di tempat terbuka tanpa ada penghalang, hal itu berdasarkan hadits Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 
 
إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة، ولا تستدبروها، ولكن شَرِّقوا أو غَرِّبوا
 
“Jika kalian buang hajat maka janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula kalian membelakanginya, akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat”. (menghadap ke Timur atau ke Barat maksudnya bagi penduduk Madinah, akan tetapi bagi kita di Indonesia ke Barat itu justru ke kiblat)
 
Selanjutnya Abu ayyub al-Anshari berkata: aku pergi Syam, kudapati kamar-kamar kecil di sana dibangun dengan menghadap ke Ka’bah, lalu kami pun menjauhinya dan beristigfar kepada Allah (artinya berusaha untuk tidak menghadap ke Ka'bah). (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (144), dan Muslim (264))
 
Adapun jika ada di dalam bangunan atau ada penutup antara dia dengan Kiblat, maka tidak masalah. Jadi kalau wc-nya di dalam bangunan bukan tempat terbuka atau ada penutup antara dia dengan kiblat itu maka itu tidak masalah. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bahwa beliau melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam buang air kecil di rumahnya dengan menghadap ke Syam dan membelakangi Ka’bah. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (148), dan Muslim (266))
 
Demikian pula berdasarkan hadits Marwan al-Ashgar, bahwa beliau berkata: Suatu hari Abdullah bin Umar menderumkan untanya dengan menghadap kiblat, kemudian beliau duduk kencing dengan menghadap kiblat. Aku pun bertanya: “Wahai Abu Abdirrahman, bukankah terlarang melakukan hal seperti ini?” jawab beliau: “Terlarang jika dilakukan di tempat terbuka, adapun jika ada penghalang antara kamu dengan kiblat, maka hal itu tidak mengapa”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud (11), ad-Daruqutni (158), al-Hakim (1/ 154) dan dishahihkan oleh ad-Daruqutni, demikian pula oleh al-Hakim dan disepakati oleh ad-Dzahabi, dihasankan oleh Ibnu Hajar, al-Hazimi dan al-Albani (al-Irwa, no. 61))
 
Kemudian penulis memberikan catatan, hanya saja yang paling utama meninggalkan itu semua walaupun di dalam bangunan, wallahu a’lam. Karena memang ada perselisihan di antara para ulama terkait dengan buang hajat menghadap kiblat atau membelakangi kiblat yang ada di dalam bangunan. makanya, ihtiyat yang paling bagus dan hati-hati adalah meninggalkan semua itu, baik di dalam bangunan maupun di tempat yang terbuka.
 
Demikianlah ikhwah sekalian materi yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan dapat dipahami dengan baik.
 
Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni


0 komentar:

Posting Komentar