Selasa, 14 Januari 2020

Istinja dan Istijmar





بسم الله الرحمن الرحيم 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أمَّا بعد 
Ikhwan sekalian di grup whatsApp Belajar Islam yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar, kali ini kita masih membahas Thaharah (bersuci), bab ke-3 tentang buang hajat.
Penulis berkata:
Masalah pertama, Istinja dan Istijmar, salah satu di antara keduanya bisa menggantikan yang lain. Artinya bisa bersuci dengan istinja, bisa bersuci dengan istijmar. Lalu apa itu istinja dan apa itu istijmar?
penulis berkata:
Istinja adalah membersihkan kotoran yang keluar dari dua lubang dengan air (dua lubang yang dimaksud adalah qubul dan dubur), nah istinja ini bersuci dengan menggunakan air. Adapun istijmar yaitu bersuci dengan mengusap tempat keluar kotoran menggunakan benda suci, yang mubah digunakan lagi memiliki daya membersihkan, seperti batu dan yang lainnya.
Istinja bisa mewakili istijmar dan sebaliknya (artinya bisa cukup dengan istinja saja -bersuci dengan air- atau bersuci dengan istijmar saja) hal itu sebagaimana pernah dilakukan oleh baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ta'ala anhu, beliau berkata: 
كان النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يدخل الخلاء، فأحمل أنا وغلام نحوي إداوة من ماء وعنزة، فيستنجي بالماء
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah masuk kamar kecil, lalu aku dan seorang anak seusiaku membawa Idawah (bejana yang terbuat dari kulit) berisi air dengan sebuah tongkat, lalu beliau beristinja dengan air itu”. (Diriwayatkan oleh Muslim (271))
Dalam hadits yang lain yaitu hadits Aisyah radhiyallahu anha, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:   
إذا ذهب أحدكم إلى الغائط، فليستطب بثلاثة أحجار، فإنها تُجزئ عنه
“Jika salah seorang diantara kalian pergi ke kamar kecil (untuk buang hajat), maka bersucilah dengan tiga batu, sungguh itu sudah cukup baginya”. (Diriwayatkan oleh Ahmad (6/ 108), ad-Daruqutni (144), beliau berkata: “Sanadnya shahih”)
Adapun bersuci dengan cara menggabungkan keduanya (istinja dan istijmar) adalah lebih utama. Selanjutnya penulis mengatakan :
Istijmar itu bisa dilakukan dengan batu atau yang mewakilinya, yakni setiap benda suci, mensucikan dan mubah digunakan, seperti dengan tisu, kayu atau yang serupa dengannya, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah beristijmar dengan tiga batu, maka disamakan dengannya segala hal yang serupa dengan batu dalam hal mampu membersihkan.
Kemudian penulis mengatakan: Istijmar tidak cukup jika dilakukan kurang dari tiga usapan, hal itu berdasarkan hadits Salman radhiyallahu anhu,
نهانا -يعني النبي (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) - أن نستنجي باليمين، وأن نستنجي بأقل من ثلاثة أحجار، وأن نستنجي برجيع أو عظم
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kami bersuci dengan tangan kanan, atau bersuci dengan kurang dari tiga batu, demikian pula bersuci dengan kotoran binatang atau tulang”. (Diriwayatkan oleh Muslim (262))
Ikhwah sekalian demikianlah materi yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan yang saya sampaikan bisa dipahami dengan baik.
Akhukum fillah,
Abu Sumayyah Beni Sarbeni


0 komentar:

Posting Komentar